Setelah
pemberontakan di bawah orang melay ine kandur, dapat dipadamkan oleh
couper, pada akhir perang, Trunajaya, Madura kembali masuk lingkungan
kekuasaan VOC. Untuk pemerintahan bagian barat pada tahun 1680
diangkatlah Cakraningrat sebagai penguasa umum atas Arosbaya dan Balega
serta Sampang. Dia bergelar sebagai pangeran sampang, bagian timur
meliputi pamekasan, sumenep dan kepulauan seanteronya, masih dikuasai
oleh Macan Wulu, seorang pendukung Trunajaya. Dengan muslihatnya dengan
segera dia menyesuaikan diri dengan perubahan situasi politik dan
menyatakan diri tunduk kepada susuhunan Mataram dab VOC sehingga dapat
mempertahankan kedudukannya dengan nama Yudanegara. Dia memerintah
dengan kebikjasanaan dan keadilan sehingga menjadi popular serta
memperoleh kepercayaan VOC.
Sepeninggal
Macan Wulu timbulah perjuangan kekuasaan di antara keempat putra
menantu pada satu pihak dan Pringgawangsa, seorang saudara Maan Wulu,
pada pihak lain. Yang terakhir ini terpandang sebagai orang keramat,
dia mengangkat senjata untuk mendukung orang lain. Raden Suderma,
seorang kemenakannya . oleh karena calon terakhir itu belum dewasa, maka
VOC mengangkat dua putra menantu untuk Pamekasan dan dua menantu
lainnya di Sumenep. Bagi VOC pemecahan kekuasaan itu jelas sesuai dengan
politiknya devide at impera. Kepada partai Suderma dijanjikan bahwa
bila dia menginjak kedewasaan segera akan diangkat ebagai penguasa di
Madura bagian Timur.
Permasalahan
sekitar pergantian di daerah itu menjadi sumber ketegangan yang
sewaktu-waktu dapat meledak. Seperti dapat diduga waktu salah seorang
penguasa di Sumenep meninggal pada tahun 1686 Suderma mengajukan
tuntutannya. Pemerintah di Batavia tetap mempertahankan penguasa menurut
keputusan lama dan Suderma diberi janji akan diangkat setelah dia
beranjak dewasa, untuk sementara waktu dia disuruh tinggal di Batavia.
Pada tahun 1689 dia terlibat dalam gerakan kapten Jonker dan melarikan
diri untuk memimpin gerakannya di Madura. Tujuannya ialah mengusir
penguasa Sumenep dari kedudukannya. Perjuangannya gagal, dan sewaktu
melarikan diri ke Surabaya dia ditangkap dan ditawan dengan berakhirnya
pergolakan itu kekuasaan VOC di daerah itu sudah menjadi kokoh serta
diakui sepenuhnya.
Dalam
dasawarsa pertama abad XVIII Madura timur mengalami pergolakan
terus-menerus terutama karena pergerakan Suderma sering kali muncul.
Pada taun 1702 Suderma berhasil melarikan diri dari Batavia lagi,
kemudian muncul di Madura untuk menumbangkan kedudukan bupati Pamekasan
dan Sumenep. Meninggalnya dua orang upati berturut-turut pada tahun1705
mencetuskan pergolakan, terutama karena Suderma tidak henti-hentinya
melancarkan serangannya sehingga sring kali terjadi pergolakan berdarah.
Hal ini dikarenakan Suderma untuk merebut warisan nenek moyangnya.
Pernikahan dengan Raden Ayu, seorang ibu dan wali dari calon bupati
Pamekasan yang belum dewasa, adalah siasat untuk memusatkan pengaruh
kepada dirinya. Perhitungannya terbukti meleset karena VOC mengangkat
Cakranegara sebagai bupati di bawah perwalian neneknya. Ratu Ayu
dibebaskan dari fungsi perwaliannya, dan R Sudarma dinyatakan sebagai
musuh utama VOC.
Madura
juga tidak luput dari pergolakan. Ambisi Cakraningrat III untuk
melebarkan sayap kekuasaannya ke Madura timur adalah sumber pergolakan
sekitar tahun 1717-1718. Setelah serangannya terhadap Madura gagal, dia
mengalami bencana waktu berlayar dan meninggal karena luka-luka parah
yang didapatkannya. Dalam pergulatannya dengan komandan kapal
Oegstgeest, de Chauvanes. VOC menunjuk Suradiningrat sebagai
penggantinya dengan gelar Cakraningrat IV.
Cakraningrat
IV mengatakan akan membantu VOC apabila disetujui dirinya lepas dari
Kartasura dan memerintah secara merdeka di bawah naungan VOC dan
diperbolehkan untuk memerintah secara leluasa di Jawa timur. Pada bulan
juli 1741 VOC secara resmi menerima penawarannya, tetapi menangguhkan
semua janji-janji tentang pemerintahan di jawa timur. Akan tetapi
cakraningrat terus meningkatkan upayanya untuk menguasai sebagian besar
dari bumi Jawa. Sementara itu pasukan bala bantuan telah tiba di
Semarang. Sehingga jumlah tentara di Benteng pada bulan November lebih
dari 3400 orang kini berbalik melancarkan serngan. Mereka berhasil
memukul mundur pihak penyerang dari Semarang dan membunuh semua orang
Cina di daerah itu. Pada akhir tahun 1741 dan awal-awal 1742 VOC merebut
kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan, dan cakraningrat IV
meneruskan operasi pembersihan di seluruh wilayah Jawa timue.
Pasukan
cakraningrat berhasil merebut Kartasura dan memukul mundur pemerontak.
Selama tujuh dasawarsa penguasa Madura, yang dimulai dai Trunajaya telah
mencampur tangan di jawa dan untuk yang kedua kalinya hadiah yang
besar, yaitu istana raja sendiri yang telah jatuh ke tangan salah
seorang diantara mereka. Cakraningrat mengajukan permintaan kepada VOC
agar Parkubuwana II dibunuh untuk menjadi contoh bagi para penguasa yang
tidak setia. Akan tetapi pihak VOC memutuskan bahwa stabilitas tetap
akan diusahakan dengan jalan mengadakan persekutuan dengan seorang raja
yang lunak dari wangsa Mataram, dan taka da seorang rajapun yang leih
lunak daripada parkubuwana II pada tahun 1742. Untuk menghindari
putusnya hubugan dengan VOC, maka akraningrat bersedia mengembalikan
istana yang telah berhasil direbutnya kepada parkubuwana II. VOC mulai
merasa khawair terhadap ambisi dari sekutunya dari Madura tersebut.
Sekarang
pemberontakan mulai mereda. Garendi menyerah pada bulan oktober 1743,
yang disusul oleh banyak pemberontak lain. Pada akhir tahun 1743
sisa-sisa kaum pemberontak yang penting hanya tinggal dua saudara
laki-laki raja. Pangeran Singasari dan pangeran Mangkubumi dan kemenakan
laki-lakinya mas Said yang
kelak bergelar pangeran Adipati Mangkunegara I. pada tahun 1744
Mangkubumi kembali ke istana. Yang lain tetap melakukan pemberontakan
dengan keuatan yang terus menyusut.
Dalam
perang Cina pada awal tahun 1740 peranan Cakraningrat beserta
pasukannya sangat besar untuk merebut daerah-daerah yang ada di tangan
pemberontak, Tuban, Gresik, dan Lamongan. Pengaruhnya bertambah besar
oleh karena dia menjadi menantu amangkurat IV dan sebagai mas kawin
dijanjikan daerah Bangil, Pasuruan dan Dringa. Betapa besar kekecewaanya
ketika janji itu tidak dipenuhi sesuai dengan pecah belahnya VOC dan
membebaskan Cakraningrat dari subordinasinya pada Mataram, namun
daerah-daerah pesisir Jawa yang dituntunnya tidak diserahkan kepadanya.
Dia menolak untuk melepaskan daerah-daerah yang didudukinya seperti
Blora, jipang, Lamongan,Gresik, Tuban, sidayu dan Surabaya. Waktu
tuntutanya ditolak oleh VOC, dia mulai melancarkan serangannya.
Cakraningrat
merasa yakin bahwa dia mempunyai hak atas sebagian besar wilayah jawa
timur. Akan tetapi VOC tidak mau mengakui tuntutan luar batasnya itu.
Pihak VOC telah mengambil kesimpulan secara arif bahwa ketenangan tidak
akan mulai tercapai dengan adanya suatu daerah kekuasaannya Madura di
Jawa Timur. Oleh karena itu Cakraningrat menjalin hubungan dengan
keluarga yang berkuasa di Surabaya dan dengan keturunan surapati.
Mendatangkan prajurit-prajurit bali bali, serta menghentikan
pembayaran-pembayaran beras dan cukai pelabuhan dari Jawa timur kepada
VOC.
Pada
bulan juli 1744 VOC berusaha untuk melakukan perundingan dengannya,
tetapi sia-sia saja. Pada bulan februari 1745 VOC menyatakan bahwa
dirinya diturunkan dari tahta dan memperlakukan dirinya sebagai
pemberontak. Selanjutnya setelah itu cakraningrat terjun ke medan perang
dan berhasil merebut Madura timur. Peperangan kini berlangsung di
seluruh madura dan sepanjang pesisir pantai Jawa timur dimulai dari
pasuruan dan rembang. Suatu pasukan VOC telah dikepung selama enam
bulan etapi lambat laun VOC lebih banyak mengalami kemenangan.
Untuk
memperkuat pasukannya dia menerima bala bantuan pasukan Bali. Gerakan
Cakraningrat tumbuh menjadi pergolakan raksasa setelah berhasil
mengadakan persekutuan dengan barisan pengikut cucu Surapati di Malang
dan Pasuruan. Kekalahan yang dideritanya di Surabaya segera dapat
diimbanginya dengan pendudukan Pamekasan dan Suakraningtamenep.
Strateginya dipusatkan pada pertahanan gresik dan Sambilangan ( Madura
Barat) dan dari basis itu diadakan serangan terhadap seluruh daerah
pesisir Jawa timur sampai Rembang, Lasem dan Yuwana. Suatu kelengahan
dalam strategi ialah di daerah sumenep tidak dipasang pertahanan kuat
sehingga terjadi kebobolan di tempat itu. Pasukan VOC di bawah pimpinan
Sterrenberg berhasil mendudukinya dan bergerak ke barat. Pasang surut
perjuangan Cakraningrat telah mencapai puncaknya sejak akhir tahun 1744
ekspedisi di bawah pimpinan von hohendorf bergerak terus, merebut
kembali daerah-darah yang diduduki pasukan Madura, para bupati di daerah
itu kembal tunduk terhadap VOC, termasuk putra Cakraningrat, bupati
Sidayu.
Cakraningrat
masih terus berusaha bertahan di daerah sendiri yaitu di Sampang, akan
tetapi ters terdesak dan akhirnya beliau menyelamatkan diri ke
Banjarmasin. Di sana dia mencoba membuat kontak dengan inggris di
Bengkulu. Oleh sultan Banjarmasin akhirnya dia diserahkan kepada VOC dan
seperti banyak tokoh lainnya yang melawan hegemoni kompeni mengalami
nasib yang sama iakah pembuangan ke daerah terpencil yakni Tanjung
Harapan sedangkan kedua anaknya diSelong ke Sailan.
Daftar pustaka:
1. Ricklefs, M.C, 1991, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar