VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie) Resmi Didirikan pada tahun 1598,
Belanda tiba untuk kedua kalinya di banten. Armada ini dipimpin oleh
Jacob Van Neck, serta disusul armada lain yang dipimpin oleh Warwijk.
Kehadiran yang kedua itu telah membawa keuntungan yang besar.
Sejak
saat itu, orang-orang Belanda berlomba-lomba datang ke Indonesia.
Persaingan di antara mereka sendiri tidak dapat dihindari. Persaingan
ini sudah tentu merugikan diri sendiri. Untuk mengatasi masalah itu,
mereka membentuk persatuan (kongsi) dagang.
Persatuan
dagang Belanda tersebut didirikan tanggal 20 Maret 1602. Namanya ialah
Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau disingkat VOC yang artinya
Persatuan Dagang Hindia Timur. Bangsa Indonesia menyebutnya kompeni
Belanda.
Untuk
kelancaran usaha dagangnya, pemerintah Belanda memberi octrooi (hak
monopoli/istimewa) kepada VOC, sehingga VOC memiliki beberapa hak:
a. Hak monopoli perdagangan.
b. Hak untuk memiliki tentara.
c. Hak untuk melakukan ekspansi ke Asia, Afrika dan Australia.
d. Hak untuk melakukan peperangan, membuat perdamaian, dan mengadakan perjanjian dengan raja-raja yang dikuasainya.
e. Hak untuk mencetak uang.
Dengan
Hak-hak istimewa tersebut, VOC bukan saja sebagai kongsi dagang, tetapi
juga merupakan pemerintah semiresmi. Pada tahun 1605, VOC di bawah
pimpinan Steven van der Haagen berhasil merebut benteng Portugis di
Ambon. Untuk mewakili kongsi itu dan mengepalai semua urusan di
Indonesia, diangkatlah seorang gubenur jenderal. Pieter Both diangkat
sebagai Gubenur jenderal VOC yang pertama dan berkedudukan di Ambon.
Dengan alasan Ambon merupakan pangkalan dagang VOC yang paling kuat dan
strategis.
Awalnya
VOC menunjukan sikap bersahabat terhadap penguasa-penguasa pribumi,
sehingga hubungan mereka baik. Lebih-lebih dalam menghadapi saingannya
yaitu Portugis.
VOC
kemudian melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah. Artinya,
Indonesia hanya boleh berdagang dengan VOC dengan harga yang telah
ditentukan oleh VOC.
Dalam
perkembangannya, Ambon dinilai tidak strategis lagi. Perhatian VOC
ditujukan ke Jayakarta, kota pelabuhan Kerajaan Banten. Di bawah
pimpinan Gubenur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (J.P. Coen) pada tahun
1619, VOC berhasil merebut Jayakarta dan dijadikan sebagai Markas Besar
VOC.
J.P.
Coen kemudian mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia sesuai dengan
nama salah satu suku Batavir. Selanjutnya, Batavia dijadikan Markas
Besar VOC sebagai tempat kedudukan Gubenur Jenderal dan menjadi
pangkalan imperealisme Belanda di Indonesia.
Dengan
alasan pemindahan kantor VOC adalah, pertama letak Jayakarta dianggap
strategis bagi pelayaran perdagangan. Kedua, Jayakarta lebih dekat ke
Tnjung Harapan.
Dengan
Batavia sebagai Markas Besar VOC maka kedudukannya semakin kuat. VOC
mengadakan perluasan wilayah kekuasaannya. Untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya melalui perdagangan, VOC melaksanakan sistem
monopoli.pelaksanaan sistem monopoli VOC lebih keras dari pada bangsa
Portugis, terutama di Maluku. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran
terhadap peraturan monopolinya, VOC melakukan Pelayaran Hongi. Praktik
monopoli dan pelayaran Hongi itu kemudian menimbulkan kebencian di
kalangan rakyat. Rakyat yang hidup tertekan dan tertindas, akhirnya
melakukan perlawanan terhadap VOC.
Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan secara besar-besaran terhadap VOC di Batavia.
Sultan
Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk mengempur Batavia dari darat
dan laut.VOC banyak menderita kerugian akibat serangan tersebut.
Perlawanan terhadap VOC terjadi juga di daerah-daerah lain yakni:
· Sulawesi Selatan, di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin.
Pada
abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil
seperti Gowa, Tello, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan tersebut yang
muncul menjadi kerajaan yang paling kuat ialah Gowa, yang lebih dikenal
dengan nama Makasar. Adapun faktor-faktor yang mendorong perkembangan
Makasar, antara lain :
- Letak Makasar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan Malaka-Batavia-Maluku.
- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511.
- Timbulnya Banjarmasin sebagai daerah penghasil lada, yang hasilnya dikirim ke Makasar.
Usaha
penetrasi kekuasaan terhadap Makasar oleh VOC dalam rangka melaksanakan
monopolinya menyebabkan hubungan Makasar - VOC yang semula baik menjadi
retak bahkan akhirnya menjadi perlawanan. Hal ini dikarenakan Makasar
selalu menerobos monopoli VOC dan selalu membantu rakyat Maluku melawan
Kompeni. Pertempuran besar meletus pada tahun 1666, ketika Makasar di
bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1670). Dalam hal ini VOC
berkoalisi dengan Kapten Jonker dari Ambon, Aru Palaka dari Bone, dan di
pihak VOC sendiri dipimpin oleh Speelman. Makasar dikepung dari darat
dan laut, yang akhirnya pertahanan Makasar berhasil dipatahkan oleh VOC.
Para pemimpin yang tidak mau menyerah, seperti Karaeng Galesung dan
Karaeng Bontomarannu melarikan diri ke Jawa (membantu perlawanan
Trunojoyo). Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya :
- Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka.
- Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC.
- Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya.
- Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam.
- Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit.
Sultan
Hasanuddin walaupun telah menandatangani perjanjian tersebut, karena
dirasa sangat berat dan sangat menindas; maka perlawanan muncul kembali
(1667-1669). Makasar berhasil dihancurkan dan dinyatakan menjadi milik
VOC.
· Pasuruan (jawa timur) di bawah pimpinanan Untung Suropati.
Perlawanan Untung Suropati (1868-1706)Untung,
menurut cerita adalah seorang putra bangsawan dari Bali, yang dibawa
pegawai VOC ke Batavia. Semula Untung dijadikan tentara VOC di Batavia.
Dalam peristiwa Cikalong (1684), merasa harga dirinya direndahkan, maka
Untung berbalik melawan VOC.
Dengan
peristiwa Cikalong tersebut, Untung tidak kembali ke Batavia, namun
melanjutkan perlawanan menuju Cirebon. Di Cirebon terjadi perkelahian
dengan Suropati dan Untung menang sehingga namanya digabungkan menjadi
Untung Suropati. Dari Cirebon Untung terus melanjutkan perjalanan menuju
Kartasura, dan disambut baik oleh Amangkurat II yang telah merasakan
beratnya perjanjian yang dibuat dengan VOC. Pada tahun 1686, datanglah
utusan VOC di Kartasura di bawah pimpinan Kapten Tack dengan maksud: (1)
merundingkan soal hutang Amangkurat II, dan (2) menangkap Untung.
Amangkurat II menghindari pertemuan ini dan terjadilah pertempuran.
Kapten
Tack bersama anak buahnya berhasil dihancurkan oleh Untung, dan Untung
kemudian melanjutkan perjalanan ke Jawa Timur hingga sampai di Pasuruan.
Di Pasuruan inilah Untung Suropati berhasil mendirikan istana dan
mengangkat dirinya menjadi adipati dengan gelar Adipati Ario Wironegoro,
dengan wilayah seluruh Jawa Timur, antara lain Blambangan, Pasuruhan,
Probolinggo, Malang, Kediri dan Bangil. Di Bangil, dibangun perbentengan
guna menghadapi VOC.
Pada
tahun 1703, Amangkurat II wafat, putra mahkota Sunan Mas naik takhta.
Raja baru ini benci terhadap Belanda dan condong terhadap perlawanan
Untung. Pangeran Puger (adik Amangkurat II) yang ingin menjadi raja,
pergi ke Semarang dan minta bantuan kepada VOC agar diakui sebagai raja
Mataram. Pada tahun 1704, Pangeran Puger dinobatkan menjadi raja dengan
gelar Paku Buwono I. Pada tahun 1705 Paku Buwono I dan VOC menyerang
Mataram.
4
Sunan Mas melarikan diri dan bergabung dengan pasukan Untung di Jawa Timur.
Oleh
pihak Kompeni di Batavia, dipersiapkan pasukan secara besar-besaran
untuk menyerang Pasuruan. Di bawah pimpinan Herman de Wilde, pasukan
Kompeni berhasil mendesak perlawanan Untung. Dalam perlawanan di Bangil,
Untung Suropati terluka dan akhirnya pada tanggal 2 Oktober 1706 gugur.
Jejak perjuangannya diteruskan oleh putra-putra Untung, namun akhirnya
berhasil dipatahkan oleh Kompeni. Bahkan Sunan Mas sendiri akhirnya
menyerah, kemudian dibawa ke Batavia, dan diasingkan ke Sailan (1708).
· Banten di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada
waktu orang-orang Belanda datang pertama kali di Banten (1596), Banten
berada di bawah pemerintahan Maulana Muhammad. Pada saat itu Banten
telah berkembang menjadi kota bandar yang ramai. Wilayah Banten meliputi
seluruh Banten, Priangan, dan Cirebon. Maksud kedatangan Belanda yang
semula berdagang, maka disambut dengan baik. Akan tetapi setelah Kompeni
malakukan monopoli dan penetrasi politik, hubungan Banten - VOC menjadi
buruk, bahkan sering terjadi pertentangan; lebih-lebih setelah VOC
berhasil menduduki kota Jayakarta pada tahun 1619.
Pertentangan
Banten - VOC menjadi perlawanan besar, setelah Banten di bawah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtoyoso ( 1651 - 1682). Dalam hal ini VOC
melakukan politik "devide et impera". Pada tahun 1671 Sultan Ageng
Tirtoyoso mengangkat putra mahkota (dikenal dengan sebutan Sultan Haji
karena pernah naik haji) sebagai pembantu yang mengurusi urusan dalam
negeri, sedangkan urusan luar negeri dipercayakan kepada Pangeran
Purboyo ( adik Sultan Haji). Atas hasutan VOC, Sultan Haji mencurigai
ayahnya dan menyatakan bahwa ayahnya ingin mengangkat Pangeran Purboyo
sebagai raja Banten. Pada tahun 1680, Sultan Haji berusaha merebut
kekuasaan, sehingga terjadilah perang terbuka antara Sultan Haji yang
dibantu VOC melawan Sultan Ageng Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu
Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtoyoso dan Pangeran Purboyo terdesak
ke luar kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso berhasil di tawan oleh
VOC; sedangkan Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan.
Pada tahun 1682 Sultan Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu
perjanjian yang isinya :
- VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya.
- Banten dilarang berdagang di Maluku
- Banten melepaskan haknya atas Cirebon.
- Sungai Cisadane menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.
Sejak adanya perjanjian ini, maka penguasa Banten sebenarnya ialah VOC.
Walaupun
VOC mendapat tentangan dan perlawanan dari rakyat Indonesia di
mana-mana, namun meraka dapat menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Belanda dengan mudah mengguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan
menjalankan politik adu domba.
Maksudnya, Belanda mengadu antara raja-raja bangsa Indonesia sendiri
untuk saling bermusuhan. Belanda berpura-pura membela salah satu dari
kerajaan yang berselisih, dengan syarat harus tunduk kepada belanda.
Bersamaan
dengan makin meluasnya kekuasaan VOC, di pihak VOC sebenarnya mendekati
keruntuhannya karna beberapa faktor, antara lainsebagai berikut.
1) VOC
banyak mengeluarkan biaya baik untuk operasi-operasi militer
(menghadapi perlawanan rakyat) maupun untuk penyelengaraan pemerintahan
sehingga hutangnya menumpuk.
2) Banyak pegawai VOC yang mencari kenuntungan pribadi dengan melakukan korupsi.
Pihak
pemerintah belanda sendiri menilai bahwa VOC yang makin merosot
kekuatannya tidak akan mampu lagi menguasai daerah yang luas seprti
Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 31 desember 1799 VOC
dibubarkan. Dengan demikian, secara politik sejak 1 januari 1800
Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Listiyani,Dwi Ari. 2009. Sejarah 2. Untuk SMA/MA kelas XI. Program IPS. Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional.
Tim Bina Karya Guru. 2003. IPS Terpadu. Jilid 2. Untuk sekolah dasar kelas 4. Jakarta.:Erlangga.
Umar, Drs. Y. Arsyad. 2004. IPSTerpadu SD jilid 3. Untuk kelas 5. Jakarta: Erlangga.
Sumber Internet:
http://sejarah-erick.blogspot.com/2010/02/latar-belakang-voc-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar